Connect with us

Ekonomi

Mari Berinvestasi, Tapi Bertindaklah Sebagai Enterpreneur Sejati yang Tidak Manja

Published

on

JAKARTA, Kabartanahpapua.com – Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Dr Moeldoko mengungkapkan dalam setahun ke depan, Presiden Joko Widodo fokus untuk memantapkan momentum pertumbuhan ekonomi yang sudah ada, serta memastikan pertumbuhan ekonomi ini berkualitas.

Di akhir masa jabatan periode pertama ini, kata Moeldoko, Presiden Jokowi mematok target pertumbuhan ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat, sementara pengangguran, inflasi, dan kemiskinan ditargetkan terus menurun.

“Presiden Jokowi menargetkan hasil dari momentum pertumbuhan ekonomi ini akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan IPM, sementara tingkat pengangguran, inflasi, dan kemiskinan mengalami penurunan,” kata Moeldoko saat menghadiri Foreign Policy Conference CEO Breakfast Meeting, di Hotel Borobudur, Jakarta, akhir pekan ini.

(Baca Juga: APBN 2019 Fokus Menjaga Ekonomi dan Sosial Masyarakat Hadapi Ketidakpastian Global)

Menurut Moeldoko, ada tiga variabel penentu IPM yakni pendapatan per kapita, kualitas kesehatan, dan kualitas pendidikan. Ketiga variabel IPM ini yang menjadi acuan Pemerintah dalam membuat strategi pembangunan dan perbaikan IPM melalui pendekatan hard dan soft infrastucture.

“Pendekatan hard infrastructure di antaranya dengan melakukan pembangunan fisik, sedangkan soft infrastructure di antaranya dengan pembenahan regulasi dan pembangunan manusia,” kata Panglima TNI 2013-2015 itu.

Pembangunan hard infrastructure, kata Moeldoko, terbagi menjadi dua yakni infrastruktur besar dan infrastruktur kecil.

Infrastruktur besar yakni infrastruktur yang memerlukan biaya besar, baik dari APBN ataupun dari Public-Private-Partnership (PPP), dengan waktu pembangunan yang cukup lama. Sebagai contoh, kata dia, pembangunan jalan tol, jalan nasional, LRT, jalur kereta api, bandar udara, pelabuhan, pembangkit listrik, dan lainnya.

“Sebagian pembangunan infrastruktur besar ini dimasukkan dalam kategori Proyek Strategi Nasional,” kata peraih Bintang Adhi Makayasa Akademi Militer 1981 ini.

(Baca Juga: Moeldoko: Pembangunan Infrastruktur Menyentuh Suasana Batin Masyarakat)

“Namun, infrastruktur besar ini butuh waktu untuk dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” kata Moeldoko menambahkan.

Sementara, infrastruktur kecil atau basic infrastructure adalah infrastruktur yang membutuhkan biaya kecil, dan pendanaanya bisa bersumber dari APBN, APBD, atau Dana Desa. Waktu pembangunannya relatif lebih cepat dan manfaatnya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat.

“Infrastruktur kecil ini seperti pembangunan sanitasi atau jamban, sarana air bersih, elektrifikasi desa, jalan usaha tani, serta pembuatan irigasi tersier dan kuarter,” ujar doktor Program Pascasarjana Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia ini.

Yang tidak kalah penting adalah pembangunan soft infrastructure, di antaranya Presiden Jokowi memperbaiki iklim usaha dan investasi melalui perbaikan Ease of Doing Business (EoDB), serta deregulasi, salah satunya melalui Online Single Submission (OSS) dan mengurangi ketidakpastian regulasi.

Pemerintah juga gencar melakukan peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan vokasi untuk SMK, diploma, serta kursus. Selain itu, Pemerintah menajamkan upaya untuk menangani stunting

“Konsep revolusi mental yang dicanangkan Presiden Jokowi diarahkan untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berani, percaya diri, optimistis, kreatif, berjiwa entrepreneurial, santun, toleran, serta bisa berkolaborasi,” kata Moeldoko.

(Baca Juga: Moeldoko Mengajak Dunia Konsisten Jaga Demokrasi)

Kepala Staf Kepresidenan mengungkapkan bahwa swasta memegang peranan penting dalam pembangunan, karena itu Pemerintah membutuhkan pihak swasta.

“Bagaimana cara para CEO (Chief Executive Officer) membantu Pemerintah?”

“Teruslah berinovasi, karena inovasi sumber daya saing. Jika kompetitif, bisa ekspor atau bahkan bisa menggantikan produk impor secara alamiah,” ujar Moeldoko yang dalam berbagai kesempatan selalu mendengungkan slogan, Innovate or die.

Ia meminta kepada para pengusaha agar mau berinvestasi di Indonesia. “Seraplah angkatan kerja Indonesia, latih mereka, berikan hak pekerja dengan baik,” katanya.

Pihak swasta, kata Moeldoko, bisa terlibat dalam pembangunan infrastruktur yang saat ini sedang digalakkan Pemerintah melalui skema PPP atau bisa juga melalui pendanaan dari swasta murni.

“Dengan demikian, APBN hanya digunakan untuk proyek yang swasta tidak mau masuk (public goods),” kata Moeldoko.

Ia berpesan kepada para CEO agar bertindak sebagai enterpreneur dan profesional sejati yang menyelesaikan masalah di masyarakat dan memberi nilai (value) kepada masyarakat.

“Hendaknya pengusaha tidak manja dan sedikit-sedikit minta fasilitas, proteksi, atau pengecualian dari Pemerintah. Berbisnislah dengan baik, jaga kelestarian alam, bersaing dengan sehat, membayar pajak, punya tanggung jawab sosial, dan tidak menyuburkan budaya korupsi,” kata Moeldoko mengingatkan.

(Baca Juga: Percepatan Penanganan Stunting, KSP Inisiasi Kemitraan Pemerintah dan Swasta)

Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) CEO Breakfast yang digagas mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal adalah bagian dari program korporat FPCI, yang merupakan komunitas hubungan internasional terbesar di Indonesia.

Tahun lalu, komunitas ini berkesempatan menyelenggarakan Foreign Policy Conference terbesar di dunia. FPCI juga menjadi motor penyelenggara Kongres Diaspora Indonesia 2017 yang menghadirkan Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama. FPCI bersifat independen, non-pemerintah, non-politis, non-partisan dan non-profit. (Fox)

Komentar